AKHLAQ DALAM
KELUARGA
1.
Pengertian Akhlak
Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh
suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Akhlak
merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa arabyang berarti
perangai, tingkah laku, atau tabiat.
2.
Pengertian Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah
suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Peranan keluarga menggambarkan
seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan
pribadi dalam posisi dan situasi tertentu.
Akhlak ini meliputi kewajiban orang tua , anak , dan karib kerabat.
Kewajiban orang tua terhadap anak, dalam islam mengarahkan para orang tua dan
pendidik untuk memperhatikan anak-anak secara sempurna, dengan ajaran-ajaran
yang bijak, setiap agama telah memerintahkan kepada setiap oarang yang memiliki
tanggung jawab untuk mengarahkan dan mendidik, terutama bapak-bapak dan ibu-ibu
untuk memiliki akhlak yang luhur, sikap lemah lembut dan perlakuan kasih sayang
. Sehingga anak akan tumbuh secara sabar , terdidik untuk berani berdiri
sendiri, kemudian merasa bahwa mereka memiliki harga diri , kehormatan dan
kemuliaan.
Seorang anak haruslah mencintai kedua orang tuanya karena mereka lebih
berhak dari segala manusia lainya untuk engkau cintai, taati dan hormati. Karena keduanya memelihara, mengasuh, dan
mendidik, menyekolahkan engkau, mencintai dengan ikhlas agar engkau menjadi
seseorang yang baik, berguna dalam masyarakat, berbahagia dunia dan akhirat.
3. Akhlak
dan Keluarga
A. BIRRUL WALIDAIN
Istilah Birrul Walidain berasal langsung dari nabi Muhammad SAW. Amalan
yang paling disukai oleh Allah SWT, beliau menyebutkan :
• Pertama, shalat tepat pada waktunya
• Kedua, birrul walidain
• Ketiga jihad fi sabilillah
Birrul walidain terdiri dari kata birru dan al-walidain. Birru atau
al-birru artinya kebajikan (ingat penjelasan tentang al-birru dalam surat
Al-Baqarah ayat 177). Al-walidain artinya dua orang tua atau ibu bapak. Jadi
biruul walidain adalah berbuat kebajikan kepada kedua orang tua.
Birrul walidain menempati kedudukan yang istimewa dalam ajaran islam.
Demikianlah Allah dan RasulNya menempatkan orang tua pada posisi yang sangat
istemewa sehingga berbuat baik kepada keduanya menempati posisi yang mulia, dan
sebaliknya durhaka pada keduanya juga menempati posisi yang sangat hina.
Cara anak untuk dapat mewujudkan birrul walidain dengan mengikuti keinginan
dan saran dalam berbagai aspek kahidupan, menghormati dan memuliakan kedua
orang tua dengan penuh rasa terima kasih dan kasih sayang dan mendo’akan ibu
bapak semoga diberi oleh Allah SWT keampunan dan rahmat.
Semakna dengan birrul walidain, Al-Qur’an Al-Karim menggunakan istilah
ihsan (wa bi al-walidaini ihsana), seperti yang terdapat dalam firman Allah SWT
berikut ini:
وقضىربكاﻻتعبدوااﻻاياهوباالوالديناحسانا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya…”(QS.
Al-Isra’ 23)
Allah SWT mewasiatkan kepada umat manusia untuk berbuat ihsan kepada kedua
orang tua kita, Allah SWT berfirman:
ووصينااﻻنسانبوالديهحسنا
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu
bapaknya…”(QS. Al-Ankabut 8)
Allah SWT juga meletakan perintah berterima kasih kepada kedua orang tua
langsung sesudah perintah berterima kasih kepada Allah SWT. Allah berfirman:
ووصينااﻻنسانبوالديهحملتهامهوهناعلىوهنوفصلهفىعاميناناشكرلىولوالديكالىالمصير
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah,
dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”(QS. Luqman 14)
Rasulullah juga mengaitkan bahwa keridhaan dan kemarahan Allah SWT
berhubungan dengan keridhaan dan kemarahan kedua orang tua. Rasulullah
bersabda:
“Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua, dan kemarahan Rabb
(Allah) ada pada kemarahan orang tua.”(HR. Tirmidzi)
“Dan Tuhanmu
telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
Perkataan yang mulia.
• Kedudukan Birrul
walidain
Birrul walidain memenpati kedudukan yang istimewa dalam ajaran Islam. Ada
beberapa alasan untuk membuktikan hal tersebut, antara lain :
1. Perintah
ihsan oleh ibu bapak diletakan oleh Allah SWT di dalam Al Qur’an langsung
setelah perintah beribadah hanya kepada-Nya semata-mata atau sesudah larangan
mempersekutukan-Nya. Allah berfirman dalam al Qur'an surat Al Baqarah ayat 83
yang artinya :
“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji
dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat
kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang
miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat
dan tunaikanlah zakat. kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali
sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.”( QS. Al-Baqarah 2:
83 )
2. Allah SWT
mewasiatkan kepada umat manusia untuk berbuat ihsan kepada ibu bapak.Allah
berfirman yang artinya :
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan
kepada dua orang ibu- bapaknya. dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu aku
kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” ( QS. Al-Ankabut 29: 8 )
3. Allah SWT
meletakkan perintah berterima kasih kepada ibu bapak langsung sesudah perintah
berterima kasih kepada Allah SWT. Allah berfirman dalam surat Al Lukman yang
artinya :
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat
baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan
lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180].
bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu.”( QS. Luqman 31: 14)
4. Rasulullah
saw meletakan birrul walidain sebagai amalan terbaik sesudah shalat pada
waktunya.
5. Rasulullah
saw meletakan uququl walidain ( durhaka kepada dua orang ibu bapak) sebagai
dosa besar nomor dua setelah syirik.
6. Raslullah
saw mengaitkan keridhaan dan kemarahan Allah SWT dengan keridhaan dan kemarahan
orang tua.
Demikianlah Allah dan Rasul-Nya menempatkan orang tua pada posisi yang
sangat istimewa sehingga berbuat baik kepada keduanya menempati posisi yang
sangat mulia, dan sebaliknya durhaka kepada keduanya juga menempati posisi yang
sangat hina.Secara khusus Allah juga mengingatkan betapa besar jasa dan
perjuangan seorang ibu daam mengandung, menyusui, merawat dan mendidik
anaknya.Kemudian bapak, sekalipun tidak ikut mengandung dan menyusui, tapi dia
berperan besar dalam mencari nafkah, membimbing, melindungi, membesarkan dan
mendidik, anaknya hingga mampu berdiri sendiri, bahkan sampai waktu yang tidak
terbatas.
Bentuk-bentuk Birrul Walidain
1. Mengikuti
saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan, baik masalah pendidikan,
pekerjaan, jodoh maupun masalah lainya. Tentu dengan satu catatan penting: Selama keinginan dan
saran-saran itu sesuai dengan ajaran islam.
“Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.”( QS. Luqman 31: 15)
2. Menghormati
dan memuliakan kedua orang tua dengan penuh rasa terimakasih dan rasa kasih
sayang atas jasa-jasa keduanya yang tidak dapat dinilai dengan apapun.
3. Membantu
ibu bapak secar fisik dan materiil. Misalnya sebelum berkeluarga dan mampu
berdiri sendiri anak-anak membantu orang tua ( terutama Ibu ) mengerjakan
pekerjaan rumah dan setelah berkeluarga atau berdiri sendiri membantu orang tua
secara finansial.
4. Mendo’akan
ibu bapak semoga diberi oleh Allah SWT keampunan, rahmat, dan lain-lain.
5. Setelah
orang tua meninggal dunia, birrul walidain masih bisa diteruskan dengan cara
antara lain :
a) Menyelenggarakan
jenazhnya dengan sebaik-baiknya
b) Melunasi
hutang-hutannya
c)
Melaksanakan wasiatnya
d) Meneruskan
silaturahim yang dibinanya diwaktu hidup
e) Memuliakan
sahabat-sahabatnya
f)
Mendo’akanya
• Uqulul Walidain
Uqulul Walidain artinya mendurhakai kedua orang tua. Istilah inipun berasl
langsung dari Rasulullah saw. Rasulullah saw mengaitkan keridhaan Allah dengan
keridhaan orang tua dan memasukanya kedalam kelompok dosa-dosa besar, bahkan
azabnya disegerakan didunia.hal itu mengingat betapa istimewanya kedudukan
orang tua dalam ajaran Islam.
Adapun bentuk durhakaan terhadap orang tua bermacam macam dan
bertingkat-tingkat, mulai dari pendurhaka di dalam hati, mengomel, mengatakan
“ah” (uffin, berkata kasar, menghardik, tidak menghiraukan panggilanya, tidak
pamit, tidak patuh dan bermacam-macam tindakan lain yang mengecewakan atau
bahkan menyakitkan hati orang tua. Di dalam surat Al-Isra’ ayat 23 diungkapkan
oleh Allah dua contoh pendurhakaan terhadap orang tua, yaitu mengucap kata
uffin (semacam keluhan dan ungkapan kekesalan yang tidak mengandung arti bahasa
apapun) dan menghardik (lebih-lebih lagi bila kedua orangtua sudah berusia
lanjut).
B. Hak,
Kewajiban dan Kasih Sayang Suami Isteri
Salah satu
tujuan dari sebuah pernikahan yaitu untuk mencari sebuah ketentraman atau
sakinah.
“Dan diantaratanda-tanda kekuasaaan-Nya ialah
dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu mendapat kehidupan yang tentram
(sakinah), dan dijadikan-Nya diantara kamu
rasa kasih sayan.sesungguhnyapada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.”(QS, Ar-Rum 30:21)
Dalam QS. Ar-Rum menjelaskan bahwa yang berperan membuat keluarga menjadi
sakinah adalah mawaddah dan rahmah, yang artinya kasih sayang. Mawaddah lahir
dari sesuatu yang bersifat jasmani sedangkan rahmah berasal dari sesuatu yang
bersifat rohani atau hubungan batin. Dalam interaksi yang terjadi antara suami
isteri, kedua faktor tersebut sangat berperan satu sama lain. Pada pasangan
muda yang berperan adalah mawaddah karena rasa cintayang muncul lebih banyak
disebabkan adanya faktor fisik yaitu kecantikan, keindahan, ketampanan.
Sedangkan pada pasangan tua yang mendominasi adalah rahmah yang timbul dari
rohani, karena kondisi fisik tidak dapat dipertahankan seperti waktu muda.
Sehingga pada kenyataannya kehidupan keluarga yang tentram tidak hanya
ditentukan oleh faktor mawaddah saja, melainkan juga faktor rahmah.
• Empat kriteria memilih pasangan hidup
Berkeluarga tidak hanya membetuhkan modal cinta saja melainkan membutuhkan
mawaddah dan rahmah, maka perlu berhati-hati dalam memilih pasangan. Ikutilah
bimbingan yang dicontohkan oleh Rasulullahsaw
tentang kriteria memilih pasangan hidup. Dalam hadits Rasulullah saw
memberikan tuntunan:
“Seorang
wanita dinikahi berdasarkan empat pertimbangan: karena harta, keturunan,
kecantikan dan agamanya. Peganglahyang memiliki agama niscaya kedua tanganmu tidak akan terlepas.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Abu Daud)
Dimulai oleh Rasululloh saw dengan menyebutkan tiga kriteria yang mengikuti
kecenderungan atau naluri manusia yaitu
tentang kekayaan, kecantikan dan keturunan, kemudian diakhiri dengan kriteria
pokok yang tidak boleh ditawar-tawar yaitu agama. Buya Hamka mengumpamakan
kekayaan,kecantikan dan keturunan memiliki masing-masing nilai nol, sedangkan
agama memiliki nilai satu. Jadi berapapun banyaknya angka nol tidak akan berarti apa-apa tanpa
angka satu, sebaliknya meskipun tidak ada angka nol, angka satu akan tetap
memiliki nilai. Misalnya ada perempuan shalihah dan kaya nilainya 10, atau
perempuan shalihah, kaya dan keturunannya baik-baik nilainya 100. Apabila ada angka satu, maka angka nol
dibelakangnya akan memiliki nilai tetapi apabila sebanyak apapun angka nol
tanpa ada angka satu tidak akan berarti apa-apa.
Jika agama merupakan faktor yang terpenting, kenapa diletakan pada akhir
kriteria. Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat dikutip dari Dr. Mula Khatir
seorang ulama dari Suria mengatakan “apabila yang dinilai pertama dariseorang laki-laki adalah kualitas agama
sang perempuan, maka bila menemukan
perempuan yang shalihah dia wajib menikahinya.tidak boleh menolak dengan alasan
tidak kaya, tidak cantik dan tidak baik keturunannya, karena sudah melewati
kriteria yang pertama yang menjadi
haknya”. Ketetapan seseorang terhadap agamanya merupakan faktor yang paling
menentukan, hal ini berkaitan hanya dengan Islam lah seseorang dapat mengerti
bahwa pernikahan adalah ibadah semta-mata untuk mencari ridho Allah SWT, sekalipun ada hikmah yang lain
yang dapat diambil.
• Hak-hak Bersama
Suami Isteri
Pada hubungan suami isteri disamping
hak masing-masing ada juga hak bersama yaitu hak tamattu’ badani, hak saling
mewarisi, hak nasab anak dan hak mu’asyarah bi al- ma’ruf. Hak-hak tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Hak
Tamattu’ Badani
Salah satu hikamah perkawinwn adalah
pasangan suami isteri satu sama lain dapat menikmati hubungan seksual
yang halal, bahkan berpahala. Islam
mengakui bakwa setiap manusia normal membutuhkan penyaluran nafsu tersebut
tetapijuga tidak mmbiarkanya lepas tanpa kendali. Islam mengaturnya secara halaldan baik melalui ikatan perkawinan.
Karena sifatnya hak bersama maupun kewajiban bersama. Artinya hubungan seksual
tidak hanya kewajiban suami kepada istri melainkan juga sebaliknya. Suami tidak
boleh mengabaikan kewajiban ini sebagaimana isteri tidak boleh menolak
keinginan suami.
2. Hak
Saling Mewarisi
Hubungan saling mewarisiterjadi karena dua sebab yaitu hubungan darah dan
hubungan perkawinan. Dalam hubungan perkawinan yang mendapat warisan hanyalah pasangan suami isteri, suami
mewarisi isteri dan isteri mewarisi
suami. Pada surat An-Nisa ayat 12 dijelaskan bahwa suami dapat ½ dari harta
warisan bila isteri tidak memiliki anak, dan ¼ bila isteri punya anak.
Sebaliknya isteri mendapat ¼ bilatidak memiliki anak, dan 1/8 bila suami
memiliki anak. Hubungan saling mewarisi hanya berlaku bagi perkawinan yang
sahmenurut syari’at Islam dan sesama muslim.
3.Hak Nazab
Anak
Anak yang dilahirkan dalam hubunga perkawinan adalah anak berdua,
walaupun secara normal Islam mengajarkan
supaya anak dinis bahkan kepada bapaknya. Apapun yang terjadi kemudian anak tersebut tetap merupakan
anakberdua.masing-masing tidak dapat mengklaim lebih berhak terhadap anak tersebut, walaupun pengadilan dapat memilih
dengan siapa anak tersebut tinggal. Penisbahan seorang anak.
4. Hak
Mu’asyarah bi al-ma’ruf
Pada hubungan suami isteri sudah jelas, bahwa pernikahan dilakukan untuk
saling menyayangi, mengasihi dan membahagiakan satu sama lain. Selain itu pernikahan diharap dapat saling melengkapi
satu sama lain, sehingga tercapai kehidupan yang harmonis.
• Kewajiban Suami Kepada Isteri
Hak isteri
atau kewajiban suamai kepada isteri ada empat, yaitu: membayar mahar,
memberikan nafkah, menggauli isteri dengan sebaik-baiknya(ihsan al-asyarah),
membimbing dan membina keagamaan isteri.
1. Mahar
Mahar adalah
pemberian wajib dari suami untuk isteri. Suami tidak boleh memanfaatkannya
kecuali seizing dan serela istri terdapat dalam (QS. An-Nisa 4:20-21). Jumlah
minimal dan maksimal mahar tidak ditentukan oleh syara
2. Nafkah
Nafkah
adalah menyediakan segala keperluan isteri berupa makanan, minuman, pakaian,
rumah, obat-obatan dan lain-lain. Hukumnya wajib berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah,
dan Ijma. Berapa jumlah nafkah yang wajib dibayar suami ditentukan oleh urf
(sesuatu yang sudah dikenal secara luas oleh masyarakat), maksudnya disesuaikan
dengan kewajaran, kelaziman dan kemampuan suami. Suamipun tidak boleh kikir,
mampu tapi tidak mau mencukupi kebutuhan isteri atau keluarganya.
3. Ihsan
al-Asyarah
Ihsan
al-Asyarah artinya bergaul dengan isteri dengan cara yang sebaik-baiknya.
Teknisnya terserah pada kiat masing-masing suami. Misalnya membuat isteri
gembira, tidak mencurigai isteri, menjaga rasa malu isteri, tidak membuka
rahasia isteri pada orang lain, mengijinkannya mengunjungi orang tua, membantu
isteri apabila ia memerlukan bantuan sekalipun dalam tugas-tugas rumah tangga,
menghormati harta miliknyapribadi dll.
4. Membimbing
dan mendidik keagamaan isteri
Seorang
suami adalah seorang pemimpin, yang bertanggung jawab untuk mengajar dan
mendidik isterinya supaya menjadi seorang imrah shalihah. Suami harus
mengajarkan hal-hal yang harus diketahui oleh seorang wanita tentang masalah
agamanya terutama syariah, seperti maslah thaharah, wudhu, haid, nifas, shalat,
puasa, dzikir, kewajiban wanita terhadap suami, anak-anak, orang tua, tetangga,
kerabat, dll.
Juga cara
berpakaian dan tata pergaulan yang isteri serta hal-hal lainnya. Disamping
mengajar, seorang suami mempunyai kewajiban
untuk membimbing isterinya mengamalkan ajaran islam. Jika seorang suami
tidak mampu mengajarkannya sendiri, dia harus memberikan izin kepada isterinya
untuk belajar di luar atau mendatangkan guru ke rumah atau minimalkan buku
bacaan.
• Kewajiban Isteri kepada suami
Hak suami
atau kewajiban isteri kepada suami hanay dua yaitu : patuh pada suami, bergaul
dengan suami dengan sebaik-baiknya
1. Patuh
pada suami
Seorang
isteri wajib mematuhi suaminya selama tidak dibawa kelembah kemaksiatan. Taat
dan patuh kepada suami tidaklah bersifat mutlak, harus selalu dikaitkan dengan
ma’ruf, artinya selama tidak membawa kepada kemaksiatan. Suami mendapatkan hak
istimewa untuk dipatuhi isteri mengingat posisinya sebagai pemimpin dan kepada
keluarg yang berkewajiban menafkahi keluarganya.
2. Ihsan
al-Asyarah
Ihsan
al-Asyarah isteri terhadap suami antara lain dalam bentuk menerima pemberian
suami, lahir dan batin dengan rasa puas dan terima kasih, serta tidak menuntut
hal-hal yang tidak mungkin, meladeni suami dengan sebaik-baiknya (makan, minum,
pakaian,dsb), memberikan perhatian pada suami sampai pada hal-hal yang
kecil-kecil, menjaga penampila supaya selalu rapid an menarik, dsb.
C. KASIH SAYANG DAN TANGGUNG JAWAB ORANG TUA
TERHADAP ANAK
Anak adalah
amanah yang harus dipertanggungjawabkan orang tua kepada Allah SWT. Anak adalah
tempat orang tua mencurahkan kasih sayangnnya. Dan anak juga merupakan
investasi masa depan untuk kepentingan orang tua di akherat kelak. Oleh sebab
itu orang tua harus memelihara, membesarkan, merawat, menyantuni, dan mendidik
anak-anaknnya dengan penuh tanggung jawab dan kasih sayang.
Dengan
pengertian diatas hubungan orang tua dengan anak dapat dari tiga segi :
1. Hubungan
Tanggung Jawab
Anak adalah
amanah yang dititipkan oleh Allah SWT kepada orang tua untuk dapat dibesarkan,
dipelihara, dirawat, dan dididik dengan sebaik-baiknnya. Dengan ungkapan lain
orang tua adalah pemimpin yang bertugas memeimpin anak-anaknnya dalam kehidupan
di dunia ini. Karena kepemimpinan itu harus dipertanggungjawabkan nanti
dihadapan Allah.
2. Hubungan
Kasih Sayang
Anak adalah
tempat orang tua dapat mencurahkan segala kasih sayangnnya. Setia manusia yang
normal, pasti selalu menantikan kehadiran anak-anaknnya dirumah. Karena bagi
orang tua, anak adalah harta benda yang tak ternilai hargannya.
3. Hubungan
Masa Depan
Anak adalah
investasi masa depan diakherat bagi orang tua. Karena anal saleh akan selalu
mengalirkan pahala kepada kedua orang tuanya.
Dengan tiga alasan diatas maka seorang
Muslim didorong untuk dapat berfungsi sebagai orang tua dengan sebaik-baiknya.
Apalagi kalau dia pikirkan betapa pentingnya pembinaan dan pendidikan anak-anak
untuk menjaga eksistensi dan kualitas umat manusia pada umumnnya dan Islam
khususnya pada masa yang akan datang.
• Empat Tipologi Anak
1. Anak
sebagai Perhiasan Hidup Anak
Sepasang
suami istri merasa rumah tangganya belum lengkap kalau belum dapat anak. Ibarat
perhiasan, anak-anak berfungsi memperindah sebuah rumah tangga. Tapi hanya
orang tua yang memfungsikan anak sebagai perhiasan dan pendidikannya akhirnya
menjadi anak tidak tidak lebih dari sebuah “pajangan” yang secara fisik dapat
dibanggakan, baik kualitas iman, ilmu, maupun amalnya.
2. Anak
sebagai Ujian
Orang tua di
uji kehadiran anaknnya oleh Allah SWT. Apakah orang tua dapat melalaikan ibadah
kepada Allah ataukah mereka mampu melaksanakan tugasnya sebagai orang tua yang baik untuk anak-anak mereka.
Tugas orang tua yakni mendidik, dan membina anak-anaknya menjadi anak yang
saleh.
Dalam fitnah
juga anak dapat menyengsarakan dan mencemarkan nama baik orang tuanya.
Pertanyaan yang sering kita dengar dari setiap orang yang kagum dengan kebaikan
seorang anak atau yang heran dan jengkel dengan keburukannya adalah “Anak siapa
itu”. Jika orang tuanya memiliki “reputasi” yang sama dengan anaknya, orang
akan mengomentari “pantas”. Sebaliknnya jika orang tuanya “orang baik”,
komentar orang akan berbunyi “heran”.
3. Anak
sebagai Musuh
Anak juga
dapat sebagai musuh bagi orang tuanya apabila dia sangat mengecewakan orang
tuanya. Musuh bisa berarti secara fisik dan juga dari segi ide, pikiran,
cita-cita, dan aktivitas. Bila orang tuanya malakukan amar ma’ruf nahi munkar,
sang anak justru melakukan amar munkar nahi ma’ruf maka pada saat itu anak
sudah berada pada posisi musuh.
D. SILATURRAHIM DENGAN KERABAT
Istilah silaturrahim (shilatu
ar-rahim) terdiri dari dua kata: Shillah (hubungan, sambungan) dan rahim
(peranakan). Istilah ini adalah sebuah simbol dari hubungan baik penuh kasih
sayang antara sesama karib kerabat yang asal usulnya berasal dari satu rahim.
Rahim yang dimaksud disini adalah qarabah atau nasab yang disatukan oleh rahim
ibu. Hubungan antara satu sama lain diikat dengan hubungan rahim. Dalam bahasa
Indonesia sehari-hari juga dikenal istilah silaturrahmi dengan pengertian yang
lebih luas, tidak hanya terbatas pada hubungan kasih sayang antara sesama karib
kerabat, tetapi juga mencangkup masyarakat yang lebih luas.
Keluarga dalam konsep Islam
bukanlah keluarga kecil seperti konsep Barat (nuclear family) yang hanya
terdiri dari bapak, ibu, dan anak, tetapi keluarga besar ;melebar ke atas, ke
bawah dan ke samping. Di samping anggota inti keluarga(bapak, ibu, dan anak)
juga mencakup kakek, nenek, cucu, kakak, adik, paman, bibi, keponakan, sepupu,
dan lain seterusnya. Hubungan kasih sayang harus dijaga dan dibina
sebaik-baiknya dengan seluruh anggota keluarga besar itu. Allah SWT berfirman:
“...Dan
bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu,” (QS. An-Nisa 4:1)
• Bentuk-bentuk Silaturrahim
Silaturrahim secara kongkrit dapat
diwujudkan dalam bentuk antara lain:
1. Berbuat
baik (ihsan) terutama dengan memberikan bantuan materiil untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Allah SWT meletakkan ihsan kepada dzawi al-qurba nomor dua
setelah ihsan kepada ibu bapak. Dzawi al-qurba harus diprioritaskan untuk
dibantu, dibanding dengan pihak-pihak lain(yatim,miskin,ibnu sabil,dll.),
lebih-lebih lagi bila karib kerabat itu juga miskin atau yatim. Jangan sampai
terjadi, seseorang bersikap pemurah kepada orang lain tetapi kikir kepada karib
kerabatnya sendiri.
2. Membagi
sebagian dari harta warisan kepada karib kerabat yang hadir waktu pembagian,
tetapi tidk mendapat bagian karena terhalang oleh ahli waris yang lebih berhak
(mahjub). Misalnya, paman tidak mendapat warisan karena ada anak laki-laki.
Kalau waktu pembagian warisan paman hadir, maka dianjurkan untuk memberikan
sekedarnya dari harta warisan itu. Ini tentu dimaksudkan untuk menjaga atau
mempererat hubungan persaudaraan antara sesama karib kerabat.
3. Memelihara
dan meningkatkan rasa kasih sayang sesama kerabat dengan sikap saling
kenal-mengenal, hormat-menghormati, bertukar salam, kunjung-mengunjungi, surat-menyurat,
bertukar hadiah, jenguk-menjenguk, bantu-membantu dan bekerja sama
menyelenggarakan walimahan dan lain-lain yang mungkin dilakukan untuk
meningkatkan persaudaraan. Rasulullah saw bahkan pernah memerintahkan kepada
para sahabat untuk mengetahui silsilah (garis keturunan) untuk silaturrahim.
• Manfaat Silaturrahim
Di samping
meningkatkan hubungan persaudaraan antara sesama karib kerabat, silaturrahim
juga memberi manfaat lain yang besar baik di dunia maupun di akhirat. Antara
lain:
1. Mendapatkan
rahmat, nikmat, dan ihsan dari Allah SWT
Menurut para
ulama, hakikat dari silaturrahim adalah al-‘athfu wa ar-rahmah(lemah lembut dan
kasih sayang). Dan shi-latullah dengan hamba-hamba-Nya berati ‘athfu dan rahmah
Allah kepada hamba-hamba-Nya. Dengan demikian orang-orang yang melakukan
silaturrahim akan mendapatkan rahmat, nikmat, dan ihsan dari Allah SWT.
2. Masuk
sorga dan jauh dari neraka
Secara
khusus disebut oleh Rasulullah saw bahwa sesudah beberapa amalan pokok,
silaturrahim dapat mengantarkan seseorang ke sorga dan menjauhkannya dari
neraka:
Diriwayatkan
oleh Abu Ayyub Khalid ibn Zaid al-Anshari ra, bahwa seseorang bertanya kepada
Rasulullah saw: “Ya Rasulullah tunjukkan kepadaku amalan yang dapat memasukkan
aku ke sorga dan menjauhkan aku dari api neraka. “Nabi menjawab: “Yaitu
apabila) engkau menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun, mendirikan shalat, membayar zakat dan melakukan silaturrahim.” (H.
Muttafaqun ‘Alaihi)
3. Lapang
rezeki dan panjang umur
Dilapangkan rezki
dapat dipahami secara obyektif, Karena salah satu modal untuk mendapatkan
rezeki adalah hubungan baik dengan sesama manusia. Logikanya, seorang yang
tidak mampu membina hubungan baik dengan karib kerabatnya sendiri, bagaimana
bisa dipercaya dapat berhubungan baik dengan masyarakat yang lebih luas. Dari
konteks inilah kita dapat memahami hadits rasulullah saw di atas.
Sedangkan
panjang umur bisa dalam pengertian yang sebenarnya yaitu ditambah umurnya dari
yang sudah ditentukan atau dalam pengertian simbolis, menunjukan umur yang
mendapat taufiq dari Allah sehingga berkah dan bermanfaat bagi umat manusia
sehingga namanya abadi, dikenang sampai waktu yang lama. Tetapi kalau seseorang
tidak mempunyai hubungan yang baik sesama hidupnya dan tidak pula punya jasa
yang patut dekenang, belum lama meninggal dunia dia sudah dilupakan. Bahkan ada
yang dikira sudah meninggal padahal masih hidup.
A. Memilih
Pasangan Hidup
Dalam ajaran agama Islam,
terdapat 4 macam criteria umum dalam menentukan pasangan hidup seseorang, karena dalam menentukan pasangan hidup tidak cukup hanya dengan modal cinta semata, melainkan terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh seseorang bila menginginkan pasangan hidup yang dapat membawa kebahagiaan di dunia maupun diakhirat nanti. Dari beberapa uraian diatas maka kita harus berhati-hati dalam menentukan pasangan hidup kita, karena jika kita kurang tepat dalam menentukan pasangan hidup kita, maka akan berdampak bagi kehidupan kitadi dunia maupun di akhirat. Maka, ikutilah bimbingan yang diberikan oleh
Rasulullah saw tentang beberapa kriteria yang dipakai oleh seorang laki-laki
dalam menentukan pasangan hidupnya, agar kita bisa memperoleh kebahagiaan hidup
di dunia dan di akhirat.
Dalam salah satu Hadist Rasulullah bersabda :
“Seorang wanita dinikahi berdasrkan empat pertimbangan: karena harta,keturunan,
kecantikan dan agamanya. Peganglah
yang memiliki agama niscaya kedua tangan mu tidak akan terlepas” (HR. Bukhari,
Muslim, danAbu Daud)
Dimulai oleh Rasulullah saw dengan menyebutkan tiga kriteria yang mengikuti kecendrungan atau naluri setiap laki-laki yaitu kekayaan,kecantikan dan keturunan kemudian diakhiri dengan satu criteria pokok yang tidak boleh ditawar-tawar yaitu agama. Agama
menjadi kriteria pokok dalam menetukan pasangan hidup karena dengan agama
(Islam) seseorang dapat mengerti bahwa pernikahan adalah ibadah
semata-mata mencari ridho Allah SWT. Meskipun dengan adanya suatu pernikahan banyak hikmah
yang bisa diambil, seperti :
1.
Penyaluran kebutuhan biologis dan memelihara diri dari dosa,
2. Menjaga masyrakat dari kerusakan
dan dekadensi moral,
3. Menjaga kelestarian keturunan umat manusia, dll
Dengan ajaran agama Islam seseorang dapat memahami hak dan kewajibannya masing-masing dalam membina suatu rumah tangga. Sehingga apabila sepasang suami isteri masing-masing saling memahami apa tujuan dan hikmah suatu pernikahan serta mengerti dan mau menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing dengan penuh rasa
tanggungjawab, maka keluarga tersebut akan menjadi sebuah keluarga yang
harmonis, segala sesuatu berjalan dengan lancar, dan tentu saja pada akhirnya akan membuahkan kebahagiaan dunia dan akhirat (insya Allah).
B.
MelakukanPenikahan
Nikah adalah akad yang menghalalkan pasangan suami isteri untuk saling menikmati satu
sama lainnya. Pada bagian permulaan surat Al Mu'minuun disebutkan bahwa
salah satu tanda orang-orang mukmin itu ialah orang yang menjaga kemaluannya, sedang permulaan surat An
Nuur menetapkan hukum bagi orang-orang yang tidak
dapat menjaga kemaluannya yaitu pezina wanita, pezina laki-laki dan apa yang
berhubungan dengannya, seperti menuduh orang berbuat zina, keharusan menutup
mata terhadap hal-hal yang ada hubungannya dengan perbuatan zina, menyuruh agar
orang-orang yang tidak sanggup melakukan pernikahan menahan diri dan
sebagainya.
B.
Ketauladan Ibu Dan Bapak Yang Wajib Ditunjukkan Kepada Anak
Hubungan
yang sangat erat yang terjadi dalam pergaulan sehari-hari antara orang tua dan
anak merupakan hubungan berarti yang diikat pula oleh adanya tanggung jawab
yang benar sehingga sangat memungkinkan pendidikan dalam keluarga dilaksanakan
atas dasar rasa cinta kasih sayang yang murni, rasa cinta kasih sayang orang
tua terhadap anaknya.
Tetapi
hubungan orang tua yang tidak serasi, banyak perselisihan dan percekcokan akan
membawa anak kepada pertumbuhan pribadi dan tidak dibentuk, karena anak tidak
mendapat suasana yang baik untuk berkembang, sebab selalu terganggu oleh
suasana orang tuanya. Di samping itu, banyak pula pengalaman-pengalaman yang
mempunyai nilai pendidikan baginya, yaitu pembinaan-pembinaan tertentu yang
dilakukan oleh orang terhadap anak, baik melalui latihan-latihan atau
pembiasaan, semua itu merupakan unsur pembinaan pribadi anak.
1. Contoh
Tauladan
Suatu sikap
keteladanan dan perbuatan yang baik dan positif yang dilaksanakan oleh orang
tua sangat diperlukan. Hal ini merupakan proses pendisiplinan diri anak sejak
dini, agar anak lekas terbiasa berbuat baik sesuai dengan aturan dan norma yang
ditetapkan di masyarakat berdasarkan kaidah yang berlaku orang tua yang dapat
memberi contoh tauladan yang baik kepada anak-anaknya adalah orang tua yang
mampu dan dapat membimbing anak-anaknya ke jalan yang baik sesuai dengan yang
diharapkan.
2.
Pembentukan Sikap
Ngalim
Purwanto (1997:140), mengemukakan definisi sikap ialah “Suatu cara bereaksi
terhadap suatu perangsang” suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara
tertentu terhadap suatu perangsang atau situasi yang dihadapi. Untuk mengetahui
sejauh mana peranan sikap orang tua terhadap anak, maka akan diperinci setiap
sikap serta akibatnya yang dapat dilihat dari sifat-sifat kepribadian yang
terbentuk, yaitu: Sikap Terlalu Menyayangi Dan Melindungi Serta Memanjakan,
Sikap Otoriter, dan Sikap Demokratis.
B. ASPEK
AKIDAH
Dialah Allah
SWT yang menguasai alam semesta dengan penuh keteraturan, keseimbangan,
keserasian, dan perhitungan yang sangat teliti. Sifat-sifat tersebut tercermin
pula pada segala sesuatu yang terdapat di alam raya ini, dari unit yang
terkecil sampai dengan unit yang terbesar. Allah SWT berfirman:
Artinya:
Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. Dan tumbuh-tumbuhan dan
pohon-pohonan Kedua-duanya tunduk kepada nya. Dan Allah telah meninggikan
langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas
tentang neraca itu.(Q.S. ar-Rahman 55 : 5-8)
Kata husbaan
terambil dari kata hisaab yakni perhitungan, penambahan huruf alif dan nun pada
kata tersebut mengandung makna ketelitian dan kesempurnaan. Berkaitan dengan
ayat tersebut, sejumlah pakar tafsir di Mesir mengatakan bahwa ayat ini
menunjukan matahari dan bulan beredar sesuai dengan suatu sistem yang sangat
akurat dan penuh ketelitian. Dengan peredarannya yang demikian teliti itu,
manusia dapat mengetahui hari dan bulan, bahkan lebih dari itu manusia juga
dapat mengetahui gejala-gejala alam yang lain seperti gerhana, jauh sebelum
terjadinya peristiwa tersebut. Di sisi lain, dengan penempatannya –oleh Allah-
dalam posisi tertentu, benda-benda angkasa tersebut dapat memberikan dampak
positif dalam kehidupan makhluk. Posisi matahari yang dari bumi berjarak kurang
lebih 92,5 juta mil misalnya, ternyata benar-benar menguntungkan manusia,
seandainya lebih dekat dari itu, maka bumi kita akan meleleh atau menguap
akibat panasnya, dan seandainya ia lebih jauh, maka bumi kita akan membeku
karena kekurangan panas. Allah SWT mengatur posisinya sedemikian rupa agar
makhluk bumi dapat hidup dengan nyaman. Bulanpun demikian, seandainya posisi
lebih dekat ke bumi dari keadaannya sekarang, niscaya air laut mengalami pasang
sehingga dapat menenggelamkan bumi bersama seluruh penghuninya. Allah SWT
berfirman:
Artinya:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau,
Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. (Q.S. Ali Imran 3 : 190-191)
Sebagai sang
khalik, Allah SWT dengan sangat sempurna menciptakan makhluk-makhluknya
tersebut, bahkan di antara mereka memiliki ketergantungan dan saling
membutuhkan satu sama lain. Makhluk hidup di bumi misalnya, sangat membutuhkan
kehadiran matahari. Demikian juga bulan, dia membutuhkan matahari untuk
memenuhi kebutuhan makhluk bumi terhadapnya. Begitulah semua makhluk yang
diciptakan sang khalik, semuanya harus berjalan sesuai dengan peraturan-Nya,
sedikit saja berani keluar dari aturan-Nya maka malapetaka bisa menghampirinya.
Semua itu
menunjukan kuasa Allah SWT dalam menetapkan perhitungan dan mengatur sistem
alam raya, sekaligus membuktikan pula anugerah-Nya yang sangat besar bagi umat
manusia dan seluruh makhluk.
Keteraturan
sistem alam raya tersebut harus terimplementasi sampai ke sistem yang paling
kecil, keluarga misalnya. Sebuah keluarga tidak dapat hidup dengan tenang dan
bahagia tanpa suatu peraturan, kendali, dan disiplin yang tinggi. Kepincangan
dalam peraturan mengakibatkan kepincangan dalam kehidupan yang lebih luas.
Dengan demikian, wajib hukumnya setiap makhluk untuk mengikuti seluruh aturan
yang telah ditetapkan sang khalik dalam rangka menjaga kehidupan yang utuh dan
penuh keteraturan.
Untuk
menjaga keteraturan tersebut, manusia harus menyadari posisinya di hadapan
Allah SWT, bahwa segala yang terjadi di muka bumi adalah kehendak-Nya. Sebagai
sang makhluk, manusia tidak berhak untuk menginterpensi kehendak-Nya tersebut,
misalnya dengan menggugat keadilan Tuhan, dengan beranggapan bahwa manusia
berhak secara mutlak menentukan garis kehidupannya.
Dalam
al-Qur’an, kehidupan berkeluarga merupakan salah satu tanda kebesaran Ilahi
sekaligus merupakan nikmat yang harus disyukuri. Allah SWT berfirman:
Artinya:
Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan
bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu
rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil
dan mengingkari nikmat Allah ?" (Q.S. An-Nahl 16 : 72).
C. ASPEK
IBADAH
Q.S.
ar-Rahman ayat 6 menggambarkan bahwa sesungguhnya ketundukan dan kepatuhan
seluruh makhluk termasuk tumbuhan dan pepohonan kepada sang khalik adalah
merupakan bentuk ibadah kepada sang pencipta. Thabathabai yang dikutip M.
Quraish Shihab menyatakan bahwa tumbuhan dan pepohonan yang digambarkan dalam
Q.S. ar-Rahman ayat 6 tersebut menghujam masuk ke dalam tanah dengan
akar-akarnya untuk menyerap apa-apa yang dibutuhkan dari bahan makanan.
Keterhujaman ke bumi itu adalah manifestasi dari kebutuhannya kepada sumber
yang memenuhi kebutuhan, yaitu Allah SWT yang kepada-Nya kedua jenis tumbuhan
itu sujud.
Ibadah
merupakan bentuk pengabdian sang makhluk terhadap sang khalik, layaknya seorang
hamba sahaya yang patuh terhadap perintah tuannya dia tidak akan bertanya atau
protes tentang tugas yang diembannya seberapa besar dan beratnya tugas itu,
hamba sahaya seperti itu tentu akan sangat disenangi tuannya, sebaliknya sang
hamba sahaya yang selalu membangkang perintah tuannya sudah pasti sang tuan
akan memberi hukuman bahkan bisa jadi hukumannya tidak sebanding dengan
kesalahannya.
Dengan
demikian, ibadah bukan merupakan kebutuhan sang khalik, tapi merupakan
kebutuhan sang makhluk dan sebagai salah satu jalan agar dicintai sang khalik.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, ibadah harus dilakukan dengan penuh
keteraturan, ketelitian, keseimbangan dan tentunya harus sejalan dengan apa
yang diharapkan sang khalik.
Shalat
misalnya, harus dilakukan dengan penuh keteraturan. Untuk melaksanakannya kita
harus menunggu waktu yang ditetapkan. Allah SWT berfirman:
Artinya:
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang
yang beriman. (Q.S. an-Nisa 4: 103)
Begitupun
dengan tata caranya, kita harus mengikuti aturan atau standar baku yang ditetapkan
Rasulullah SAW, beliau bersabda:
صَلُّوْا كَمَا
رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ (رواه بخاري و مسلم)
Artinya:
Shalatlah kamu sebagaimana aku shalat. (HR. Bukhori dan Muslim)
Ibadah-ibadah
seperti zakat, puasa, haji atau pun yang lainnya harus dilakukan dengan penuh
keteraturan, tidak bisa dilakukan sekehendak makhluk begitu saja.
C. ASPEK
IBADAH
Q.S.
ar-Rahman ayat 6 menggambarkan bahwa sesungguhnya ketundukan dan kepatuhan
seluruh makhluk termasuk tumbuhan dan pepohonan kepada sang khalik adalah
merupakan bentuk ibadah kepada sang pencipta. Thabathabai yang dikutip M.
Quraish Shihab menyatakan bahwa tumbuhan dan pepohonan yang digambarkan dalam
Q.S. ar-Rahman ayat 6 tersebut menghujam masuk ke dalam tanah dengan
akar-akarnya untuk menyerap apa-apa yang dibutuhkan dari bahan makanan.
Keterhujaman ke bumi itu adalah manifestasi dari kebutuhannya kepada sumber
yang memenuhi kebutuhan, yaitu Allah SWT yang kepada-Nya kedua jenis tumbuhan
itu sujud.
Ibadah
merupakan bentuk pengabdian sang makhluk terhadap sang khalik, layaknya seorang
hamba sahaya yang patuh terhadap perintah tuannya dia tidak akan bertanya atau
protes tentang tugas yang diembannya seberapa besar dan beratnya tugas itu,
hamba sahaya seperti itu tentu akan sangat disenangi tuannya, sebaliknya sang
hamba sahaya yang selalu membangkang perintah tuannya sudah pasti sang tuan
akan memberi hukuman bahkan bisa jadi hukumannya tidak sebanding dengan
kesalahannya.
Dengan
demikian, ibadah bukan merupakan kebutuhan sang khalik, tapi merupakan
kebutuhan sang makhluk dan sebagai salah satu jalan agar dicintai sang khalik.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, ibadah harus dilakukan dengan penuh
keteraturan, ketelitian, keseimbangan dan tentunya harus sejalan dengan apa
yang diharapkan sang khalik.
Shalat
misalnya, harus dilakukan dengan penuh keteraturan. Untuk melaksanakannya kita
harus menunggu waktu yang ditetapkan. Allah SWT berfirman:
Artinya:
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang
yang beriman. (Q.S. an-Nisa 4: 103)
Begitupun
dengan tata caranya, kita harus mengikuti aturan atau standar baku yang
ditetapkan Rasulullah SAW, beliau bersabda:
صَلُّوْا كَمَا
رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ (رواه بخاري و مسلم)
Artinya:
Shalatlah kamu sebagaimana aku shalat. (HR. Bukhori dan Muslim)
Ibadah-ibadah
seperti zakat, puasa, haji atau pun yang lainnya harus dilakukan dengan penuh
keteraturan, tidak bisa dilakukan sekehendak makhluk begitu saja.
D. ASPEK
AKHLAK
Sikap
keteraturan yang ditampakkan oleh Allah SWT dalam mengelola alam semesta serta
keteraturan yang harus dimunculkan ketika beribadah seperti yang sudah diungkap
sebelumnya, harus terimplementasi dalam kehidupan berkeluarga. Seorang kepala
keluarga berkewajiban mengatur dan mengelola sistem yang akan diberlakukan di
dalam keluarganya tersebut. Sistem yang dibangun tersebut seyogiannya
mengakomodasi kepentingan-kepentingan anggota keluarganya secara keseluruhan,
dan sebagai konsekwensinya seluruh anggota harus mempunyai komitmen untuk tidak
keluar dari peraturan yang disepakati, sehingga dengan demikian diharapkan
terjadi keharmonisan di antara anggota keluarga tersebut.
Beberapa
sikap yang harus dimunculkan oleh setiap anggota keluarga tersebut diantaranya:
1. Tanggung
jawab
Seperti
telah diungkapkan sebelumnya bahwa keluarga – sebagaimana halnya bangsa – tidak
dapat hidup tenang dan bahagia tanpa suatu peraturan, kendali dan disiplin yang
tinggi. Kepincangan dalam menerapkan peraturan mengakibatkan kepincangan
kehidupan. Memimpin rumah tangga adalah sebuah tanggung jawab, demikian juga
memimpin bangsa. Rasulullah SAW bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ
وَ كُلُّكُمْ مَسْؤُلٌ عَنْ رَاعِيَتِهِ
Artinya:
Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan dituntut pertanggungjawaban
atas kepemimpinannya.
Tanggung
jawab itu pun idealnya harus ditunjang dengan kemampuan di berbagai bidang
termasuk kemampuan leadership (kepemimpinan), dan disadari ataupun tidak, sikap
bertanggung jawab ini akan menjadi contoh atau tauladan bagi anggota keluarga
yang lain, karena sikap bertanggung jawab ini tidak hanya dibutuhkan oleh sang
pemimpin tapi juga harus menjadi karakter setiap anggota keluarga, bahkan
seluruh anggota masyarakat dan bangsa.
2. Kerjasama
Dalam
konteks yang lebih besar, kepemimpinan suatu bangsa misalnya tidak mungkin
mencapai sukses apabila langkah-langkah pemimpin daerah tidak searah dengan
kepemimpinan pusat. Kepemimpinan di setiap daerah itu sendiri pun tidak akan
berjalan mulus jika bertentangan dengan kepemimpinan atau langkah-langkah
keluarga, dan dalam lingkup yang lebih sederhana, kepemimpinan keluarga pun
tentu tidak akan berdaya jika tidak ditunjang kerjasama dari seluruh anggota
keluarga itu sendiri, dengan demikian keharmonisan serta keteraturan dalam
sebuah keluarga akan sukses jika didukung oleh semua pihak yang terlibat di
dalamnya.
Dari
keterkaitan-keterkaitan tersebut, terlihat jelas bahwa keteraturan yang di
bangun dalam keluarga yang bersifat mikro sangat berpengaruh terhadap
keteraturan keluarga dalam kontek makro, yaitu kehidupan berbangsa dan
bernegara, dan jelaslah pula bahwa keluarga merupakan tulang punggung bagi
tegaknya suatu bangsa.
3.
Perhitungan dan Keseimbangan
Kepemimpinan,
betapapun kecil dan sederhananya, membutuhkan perhitungan yang tepat. Jangankan
mengelola sebuah keluarga, mengurus satu penjamuan kecil pun mengharuskan
adanya perhitungan, keseimbangan dan keserasian antara jumlah undangan,
kapasitas ruangan, serta konsumsi dan waktu penyelenggaraan. Sangat tidak baik
jika kemampuan material seseorang atau kapasitas ruangan yang tersedia hanya
cukup untuk sepuluh orang misalnya sementara yang diundang seratus orang,
tindakan tersebut tentu mengabaikan keseimbangan.
Pengaturan
dan keseimbangan dalam kehidupan keluarga dituntut oleh ajaran Islam. Hal
tersebut lahir dari rasa cinta terhadap anak dan tanggung jawab terhadap
generasi selanjutnya. Dalam al-Qur’an anak disebut sebagai “buah hati yang
menyejukkan”, serta “Hiasan kehidupan dunia” . Bagaimana mungkin mereka menjadi
“buah hati” dan “hiasan hidup” jika beban yang dipikul orang tuanya melebihi
kemampuannya? Bukankah kita dianjurkan untuk berdoa: “Ya Tuhan kami, janganlah
bebani kami apa yang tak sanggup kami pikul.
4. Disiplin
Keteraturan-keteraturan
seperti yang telah diungkapkan sebelumnya pada aspek ibadah, ternyata
berkorelasi dengan sikap kedisiplinan. Keteraturan waktu shalat misalnya,
membutuhkan sikap kedisiplinan bagi yang menjalankannya, tanpa kedisiplinan,
kebermaknaan shalat menjadi berkurang, bahkan bisa jadi hilang. Begitupun
ibadah-ibadah yang lain.
Dalam
kehidupan berkeluarga, sikap kedisiplinan ini begitu penting. Untuk mendapatkan
kesejahteraan, seorang kepala keluarga perlu memiliki sikap disiplin dalam
mengatur waktu untuk bekerja, ibadah dan istirahat, demikian juga seorang anak,
untuk menggapai cita-citanya dia harus rela mendisiplinkan diri dan waktunya
untuk belajar, bermain, ibadah dan istirahat. Tanpa kedisiplinan, keteraturan hidup
susah tercapai.
5. Kasih
sayang
Di antara
perasaan-perasaan mulia yang ditanamkan Allah di dalam keluarga adalah perasaan
kasih sayang. Seorang ayah rela bekerja keras mencari nafkah tentu karena kasih
sayang terhadap anak dan istrinya, seorang ibu tanpa mengeluh dan tak kenal
lelah mengandung anaknya selama sembilan bulan, inipun dilandasi cinta dan kasih
sayang kepada sang jabang bayi, bahkan setelah sang anak lahir, dia pun rela
mengorbankan diri dan waktunya untuk membesarkan anaknya tersebut, serta masih
banyak lagi contoh keajaiban dari kekuatan besar yang dinamakan cinta yang
merupakan anugrah dari Allah SWT.
Sejatinya,
kekuatan besar tersebut melandasi seluruh aspek kehidupan berkeluarga, karena
dengan cinta sesuatu yang berat akan terasa mudah. Dan sebaliknya, jika
seseorang hatinya kosong dari cinta atau maka orang tersebut akan cenderung
bersifat keras dan kasar, dan pada akhirnya bisa berakibat tidak baik bagi
kelangsungan hidup berkeluarga, seperti timbulnya penyimpangan-penyimpangan dan
lain sebagainya.
Rasulullah
SAW bersabda:
لَيْسَ مِنَّا
مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيَعْرِفْ حَقَّ كَبِيْرَنَا
Artinya:
Tidaklah termasuk golongan kami, orang-orang yang tidak mengasihi anak kecil di
antara kami dan tidak mengetahui hak orang besar di antara kami.
Walaupun
cinta dan kasih sayang ini adalah sifat dasar yang harus dimiliki oleh setiap insan,
tapi ternyata tidak semua orang mudah mendapatkannya, karena untuk
mendapatkannya diperlukan sebuah perjuangan. Rasulullah SAW bersabda:
جَعَلَهَا اللهُ
فِي قُلُوْبِ مَنْ شَاءَ مِنْ عِبَادِهِ, وَإِنَّمَا يَرْحَمُ اللهُ مِنْ عِبَادِهِ
الرُّحَمَاءَ
Artinya:
Allah menjadikan kasih sayang di dalam hati orang-orang yang dikehendaki-Nya
dari para hamba-Nya. Dan sesungguhnya Allah hanya mengasihi hamba-hamba –Nya
yang suka mengasihi.
Dengan
demikian, perjuangan untuk mendapatkan kasih sayang-Nya adalah dengan berusaha
sekuat tenaga dan terus menerus memancarkan kasih sayang kepada-Nya dan kepada
sesama, karena semakin ia menyayangi atau mengasihi-Nya maka kasih sayang-Nya
akan semakin ia dapatkan.
E. ASPEK
MUAMALAH
Keluarga
merupakan “umat kecil” yang memiliki pimpinan dan anggota, mempunyai pembagian
tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban bagi masing-masing anggotanya. Sebagai
unit terkecil, keluarga menjadi pendukung dan pembangkit lahirnya “umat yang
lebih besar”, yaitu bangsa. Selama pembangkit itu mampu menyalurkan
arus yang kuat lagi sehat, selama itu pula masyarakat bangsa akan menjadi sehat
dan kuat. Memang, keluarga mempunyai andil yang besar bagi bangun runtuhnya
suatu masyarakat. Walaupun harus diakui pula bahwa masyarakat secara keseluruhan
dapat mempengaruhi pula keadaan para keluarga.
Keteraturan
dalam pembagian tugas, hak dan kewajiban dalam keluarga akan melahirkan
pribadi-pribadi pemimpin yang memiliki sikap disiplin dan penuh tanggung jawab.
Namun demikian, untuk menggapainya dibutuhkan konsistensi dan penuh kesadaran
di antara anggota keluarga.
Ayah sebagai
seorang kepala keluarga misalnya, punya kewajiban menafkahi seluruh anggota
keluarganya, mendidik dan mempersiapkan anak-anaknya untuk mengarungi kehidupan
di masa yang akan datang. Dan sebaliknya, anak sebagai salah satu anggota
keluarga berkewajiban menjalankan tugas-tugasnya sebagai seorang anak, belajar
yang rajin, menjaga keharmonisan keluarga serta menjaga nama baik keluarga. Ibu
sebagai pengatur keluarga tentu mempunyai kewajiban yang tidak kalah besar dari
seorang ayah. Pendidikan anak biasanya lebih banyak tertumpu kepadanya. Dalam
hal ini, Abdullah Nashih Ulwan mengatakan:
اَلأُمُّ مَدْرَسَةٌ
إِذَا أَعْدَدْتَهَا # أَعْدَدْتَ شَعْبًا طَيْبَ الأَعْرَاقٍ
Ibu adalah
sebuah sekolah
Yang apabila
engkau persiapkan dia
Berarti
engkau telah mempersiapkan suatu bangsa
Dengan dasar
yang baik.
Jika hak dan
kewajiban tiap anggota keluarga itu dijaga dan dilaksanakan secara baik dan
penuh keteraturan, maka tujuan terbentuknya keluarga yang sakinah, mawaddah,
warahmah akan mudah dicapai. Dan, jika keluarga sakinah, mawaddah, warahmah
tercapai maka tidak mustahil cita-cita baldatun thayyibatun warabbun ghafur pun
akan tercapai, karena keluarga adalah tiang bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar